Tapi tahukah agan/aganwati bahwa ada perbedaan proses penanganan perkara tindak pidana yang dilakukan oleh seorang dewasa dengan yang dilakukan oleh anak-anak?
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) misalnya yang menyebutkan beberapa hak dan perlindungan khusus yang dimiliki oleh anak-anak yang berhadapan dengan hukum yang diatur berdasarkan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (“UU Peradilan Anak”), antara lain:
1. Usia anak adalah 8 hingga 18 tahun kecuali sudah pernah kawin. (Pasal 1 ayat (1) UU Peradilan Anak). 2. Terhadap anak yang diduga melakukan tindak pidana akan dilakukan pemeriksaan oleh penyidik. Namun, apabila penyidik berpendapat bahwa anak tersebut masih dapat dibina oleh orang tua, wali, atau orang tua asuhnya, maka Penyidik menyerahkan kembali anak tersebut kepada orang tua, wali, atau orang tua asuhnya. (Pasal 5 UU Peradilan Anak). 3. Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim haruslah orang yang mengerti masalah anak (Pasal 1 angka 5-10 Jo. Pasal 10, Pasal 41, Pasal 53 UU Peradilan Anak). 4. Penuntut Umum, Penasihat Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan, orang tua, wali, atau orang tua asuh dan saksi, wajib hadir dalam Sidang Anak. (Pasal 55 UU Peradilan Anak). 5. Pemeriksaan perkara anak dilakukan dalam sidang tertutup untuk melindungi kepentingan anak. (Pasal 8 ayat (1) UU Peradilan Anak). 6. Penjatuhan pidananya ditentukan 1/2 dari maksimum ancaman pidana yang dilakukan oleh orang dewasa, sedangkan penjatuhan pidana mati dan pidana penjara seumur hidup tidak diberlakukan. (Penjelasan UU Peradilan Anak). 7. Anak Pidana yang telah menjalani pidana penjara 2/3 dari pidana yang dijatuhkan yang sekurang-kurangnya 9 bulan dan berkelakuan baik, dapat diberikan pembebasan bersyarat.(Pasal 62 ayat (1) UU Peradilan Anak). 8. Apabila Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak berpendapat bahwa Anak Negara setelah menjalani masa pendidikannya dalam lembaga paling sedikit 1 (satu) tahun dan berkelakuan baik sehingga tidak memerlukan pembinaan lagi, Kepala Lembaga Pemasyarakatan dapat mengajukan permohonan izin kepada Menteri Kehakiman agar anak tersebut dapat dikeluarkan dari lembaga dengan atau tanpa syarat. (Pasal 63 UU Peradilan Anak). |
Pihak kejaksaan sendiri telah mengatur Petunjuk Teknis Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum dalam Surat Edaran Jampidum No.B-363/E/EJP/02/2010 tanggal 28 Februari 2010. Hal ini diberitakan artikel Jaksa Kasus Anak Jangan Abaikan Hati Nurani. Lalu, ada pula Petunjuk Teknis Penuntutan terhadap Anak yang diatur dalam Surat Edaran Jampidum No B-532/E/11/1995 tanggal 9 November 1995. Dimana dalam Surat itu, tuntutan terhadap anak di bawah umur dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal.
Surat Edaran Jampidum No.B-532/E/11/1995
Tuntutan terhadap anak di bawah umur dilakukan sebagai berikut : a. Apabila terdakwa anak di bawah umur tersebut tidak ditahan, supaya mengajukan tuntutan agar anak tersebut dikembalikan kepada orang tua/wali untuk dididik dan kalau orang tua/wali menolak hendaknya dituntut untuk diserahkan kepada pemerintah sebagai anak negara atau diserahkan kepada organisasi/suatu badan tertentu untuk mendapatkan pendidikan sebagaimana mestinya tanpa pidana apapun (Pasal 45 dan Pasal 46 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), atau; b. Dalam hal tersangka ditahan, agar Jaksa Penuntut Umum menuntut pidana penjara minimum sama dengan masa selama dalam tahanan, atau; c. Dalam hal Jaksa Penuntut Umum memandang perlu menuntut pidana penjara, agar mempedomani Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor: SE-001/JA/4/1995 tentang Pedoman Tuntutan Pidana. |
No comments:
Post a Comment